Tugas 3: Analisis Kecelakaan pada Pesawat Boeing 737 MAX

Nama: Nur Hidayati
NRP: 05111940000028
Kelas: Rekayasa Kebutuhan D

Pada tugas 3 ini diminta untuk menganalisis kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX melalui film dokumenter DOWNFALL: The Case Against Boeing yang melibatkan maskapai penerbangan Lion Air (Indonesia) dan Ethiopian Airlines (Ethiopia) yang jatuh sesaat setelah pesawat take off. Menurut rekaman data penerbangan, usai lepas landas ada kegagalan pada indikator kiri angle of attack. Sensor ini terletak di kedua sisi pesawat yang mengukur sudut hidung pesawat selama penerbangan. Saat sensor angle of attack yang malfungsi mengirim data yang salah ke sistem stick shacker pada sisi kapten akan menggetarkan kolom kendalinya untuk memberikan sinyal akan stall. Boeing mengalami masalah pada MCAS (Maneuvering Characteristics Augmentation System). Lalu, apa itu MCAS, bagaimana cara kerja sistem ini, dan mengapa Boeing memutuskan untuk menggunakan sistem ini?

Deskripsi MCAS

Maneuvering Characteristics Augmentation System atau biasa disebut sebagai MCAS merupakan perangkat lunak yang terhubung ke sensor angle of attack. MCAS berperan sebagai stabilisator otomatis yang mengkompensasi dongakan pada hidung pesawat (pitch) apabila angle of attack terlalu besar yang akan berisiko membuat pesawat stall.

Ambisi Boeing untuk menyaingi pasar Airbus direalisasikan dengan mengeluarkan pesawat Boeing 737 MAX yang mana merupakan pembaruan dari model 737 dengan peningkatan efisiensi bahan bakar hingga 15%, kabin pesawat yang baru, dan pengurangan jumlah bobot pesawat. Pihak Boeing beranggapan bahwa dengan tidak memperbarui desain pesawat maka akan membuat maskapai-maskapai penerbangan mengira pesawat 737 MAX memiliki jenis yang sama dengan pendahulunya. Hal ini tentu akan menguntungkan pihak Boeing dikarenakan tidak lagi memerlukan pelatihan tambahan bagi pilot untuk mempelajari mengenai MCAS ini sehingga biaya pengeluaran bisa lebih ditekan dan tentunya menghasilkan profit yang besar.
Adanya relokasi penempatan mesin tanpa pembenahan desain akan membuat pesawat cenderung stall (mendongak saat terbang). Hal ini dapat dilihat dari peletakan mesin yang sedikit lebih maju dan sedikit naik daripada model pendahulunya. Dengan memasang mesin agak maju dan agak naik disertai dengan memperpanjang nose landing gear, pihak Boeing mampu memangkas konsumsi bahan bakar sebesar 15%. Oleh karena itu, untuk menyeimbangi adanya relokasi penempatan mesin, pihak Boeing memutuskan untuk menggunakan MCAS.

Karena karakteristik terbang model MAX yang baru, saat angle of attack terlalu besar, di kecepatan tertentu, pesawat cenderung mengalami stall. Jadi, MCAS didesain untuk secara otomatis menurunkan hidung pesawat. MCAS didesain untuk bekerja di belakang layar memanfaatkan motor Speed Trim untuk memutar stabilisator horizontal. 

Pada kasus Lion Air, sensor angle of attack rusak, tanpa sengaja mengaktifkan MCAS, dan sistem itu aktif berulang kali. Namun, pada kasus Ethiopian Airlines, saat MCAS aktif, sistemnya berjalan 10 detik dan mendorong hidung pesawat ke bawah dengan kuat. Kini masalahnya, pesawat melaju terlalu cepat. Karena gaya yang terjadi di ekor pesawat pilot tidak bisa secara manual menggerakkan trim agar bisa kembali terbang. 

Identifikasi Requirements MCAS

Adapun identifikasi mengenai kebutuhan dapat dibedakan menjadi kebutuhan dan non-fungsional yaitu sebagai berikut:

Functional Requirements:
  1. Mampu menurunkan hidung pesawat dengan cara mengatur Speed Trim untuk memutar stabilisator horizontal sehingga mengurangi risiko stalling.
  2. Akan otomatis aktif apabila angle of attack besar, sirip tambahan di sayap (flap) tidak menjulur keluar, dan berbelok terlalu tajam.
  3. Dapat melakukan deaktivasi saat di-override dengan manual trimp atau angle of attack mengecil.
Non-functional Requirements
  1. Reliability: Critical failure time MCAS sangat minim dan operasi dari penggunaan MCAS harus stabil.
  2. Usability: Apabila terjadi error maka pilot harus paham cara kerja  MCAS dan mengerti akar masalahnya.
  3. Availability: Tersedia 24/7 dan sistem yang otomatis.
  4. Training & Documentation: Untuk mengoperasikan pesawat, pilot memerlukan pelatihan tambahan agar memahami cara kerja MCAS.
  5. Policy & Regulatory: Sesuai dengan regulasi dari Federal Aviation Administration (FAA).

Analisis Kegagalan MCAS 

Adapun penyebab kegagalan MCAS yang berakibat fatal, yaitu sebagai berikut:

1. Desain MCAS yang buruk

Desain yang buruk dimana MCAS seharusnya mengguankan dua sensor tetapi kenyataannya hanya menggunakan satu yaitu sensor angle of attack. Saat sensor angle of attack yang malfungsi mengirim data yang salah ke sistem stick shacker pada sisi kapten akan menggetarkan kolom kendalinya untuk memberikan sinyal akan stall. Pilot harus bereaksi cepat apabila sistem ini rusak. Bahkan dalam perhitungan, jika waktu reaksi lebih dari 10 detik bisa berakibat fatal. Jika tidak merespon kurang dari 10 detik dalam situasi ini, maka dipastikan pesawat akan mengalami kecelakaan. Buruknya desain dimana seharusnya MCAS dapat mematikan dirinya sendiri apabila di-override pilot, tetapi MCAS susah untuk dilakukan override.

2. Dokumentasi yang buruk

Sistem baru yaitu MCAS yang peluncurannya tidak diketahui oleh pihak FAA yang mengakibatkan tidak adanya pengujian lebih lanjut untuk memastikan keamananya. Berdasarkan hal tersebut, maka non-functional requirement yaitu policy & regulatory tidak terpenuhi. Selanjutnya diperparah dengan pihak Boeing tidak melakukan pelatihan terhadap para pilot. Pelatihan pilot memakan biaya besar bagi maskapai. Meski pesawat begitu mahal, orang-orangnya yang paling mahal. Dan pelatihan pilot komponen besar biaya itu. MCAS didesain untuk membantu pilot menerbangkan pesawat. Masalahnya, MCAS adalah sistem penting yang masih baru dan bisa mendorong FAA mewajibkan pelatihan tambahan. Tidak terpenuhinya Usability dan Training & Documentation pada kasus ini. 

Yang membuat terkejut, Boeing tidak pernah memberi tahu para pilot, ada sistem MCAS di pesawatnya. Para pilot tidak diberi pelatihan mengenai MCAS karena tidak mau membanjiri mereka dengan informasi.

3. Testing yang tidak matang

Testing yang dilakukan pada pesawat Boeing 737 MAX dilakukan dengan cepat dan dipenuhi dorongan dari manager untuk mempercepat proses analisis dan membatasi safety testing. Proses testing dilakukan dengan tergesa-gesa karena desakan kepentingan bisnis yang berakibat tidak maksimalnya evaluasi.

Referensi:

Comments

Popular posts from this blog

Pembuatan Spesifikasi Aplikasi Moka

Tugas 1- Studi Kasus 1 Aplikasi Parkir

Tugas 10 - Studi Kasus Vira BCA Chatbot